A. MASALAH TEKNIS
KRITERIA SENGKETA TUN DAN
PERDATA
Apa kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan suatu sengketa
merupakan sengketa TUN atau sengketa Perdata ?
Untuk menentukan suatu sengketa merupakan sengketa TUN atau sengketa
Perdata (kepemilikan) kriterianya :
a. Apabila
yang menjadi objek sengketa (objectum litis) tentang keabsahan KTUN, maka
merupakan sengketa TUN.
b. Apabila
dalam posita gugatan mem-permasalahkan kewenangan, keabsahan Prosedur
penerbitan KTUN, maka termasuk sengketa TUN; atau
c. Apabila
satu-satunya penentu apa-kah Hakim dapat menguji keabsahan KTUN objek sengketa
adalah substansi hak karena tentang hal tersebut menjadi kewenangan peradilan
perdata; atau
d. Apabila
norma (kaidah) hukum TUN (hukum publik) dapat menyelesaikan sengketanya, maka
dapat digolong-kan sebagai sengketa TUN.
PENGERTIAN TEORI MELEBUR
(OPPLOSING THEORY)
Kapan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata ?
Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum
perdata adalah apabila secara factual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji
keabsahannya ternyata :
a. Jangkauan
akhir dari KTUN diter-bitkan (tujuannya) dimaksudkan untuk melahirkan suatu
perbuatan hukum perdata. Termasuk didalam-nya adalah KTUN-KTUN yang
diter-bitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan
hukum perdata.
b. Apabila
Tergugat dalam menerbitkan KTUN objek sengketa akan menjadi subjek atau pihak
dalam perikatan perdata sebagai kelanjutan KTUN objek sengketa tersebut.
c. KTUN
yang berkaitan dengan ijin cerai tidak digolongkan sebagai KTUN yang melebur
dalam perbuatan hukum perdatanya (ic.perceraian), karena ijin cerai merupakan
ketentuan hukum public (hukum administrasi) sebagai syarat bagi PNS yang akan
melakukan perceraian. Dengan demikian ijin cerai merupakan lex spesialis dan
dikecualikan dari penerapan teori melebur.
TENTANG KUALIFIKASI TINDAKAN
TERGUGAT DALAM DIKTUM/AMAR PUTUSAN PTUN
Apakah dalam amar putusan perlu dinyatakan (dicantumkan) kualifikasi
tindakan Tergugat (ic. Terbuktinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
Tergugat dalam penerbitan KTUN yang digugat) sebagaimana yang diatur Buku II
tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan TUN, mengingat
ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 terhadap tuntutan/petitum
gugatan Penggugat hanya berisi agar KTUN yang disengketakan dinyatakan batal
atau tidak sah ?
a. Paralel
dengan ketentuan pasal 53 ayat (1) Undang-Undang PERATUN, kualifikasi
pelanggaran di dalam penerbitan KTUN oleh Tergugat baik yang bersifat melanggar
peraturan perundang-undangan ataupun yang bersifat melanggar aaupb sebaiknya
tidak perlu dicantumkan dalam dictum putusan. Akan tetapi hakim harus
mempertimbangkannya dan mencantumkannya dalam pertim-bangan hukum (ratio decidendi)
putusan.
b. Perlu
ada revisi terhadap Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan
TUN.
TENTANG UANG PAKSA (DWANGSOM)
Apakah uang paksa dapat diminta-kan dalam gugatan dan diputus oleh
hakim, meskipun belum ada peraturan pelaksanaannya ?
a. Uang
paksa dapat diminta dalam gugatan dan dapat dikabulkan serta dimuat dalam amar
putusan. Hal ini untuk mendorong pemerintah segera membuat peraturan
pelaksanaannya sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang.
b. Agar
setiap gugatan yang memuat tuntutan condemnatoir mencantum-kan uang paksa.
TENTANG PERMOHONAN HUM
Apakah terhadap permohonan HUM yang telah diputus “NO” karena telah
lewat waktu dapat diajukan kembali ?
·
Permohonan HUM yang telah diputus “NO” karena
telah lewat waktu, apabila diajukan kembali maka harus dinyatakan tidak dapat
diterima (“NO”), karena nebis in idem.
Bagaimana jika diajukan permohonan HUM oleh beberapa Pemohon dalam
perkara yang berbeda atas suatu peraturan yang sama, apakah harus diputus semua
atau terhadap perkara berikutnya cukup dinyatakan “NO” ?
·
Apabila terdapat permohonan HUM diajukan oleh
beberapa Pemohon dengan nomor perkara yang berbeda terhadap peraturan
perundang-undang yang sama (obyek HUMnya sama), maka :
a.
Beberapa perkara dengan nomor yang berbeda
tersebut harus diputus secara bersamaan pada hari dan tanggal yang sama dengan
amar putusan yang sama.
b. Jika
diputus tidak secara bersa-maan pada hari dan tanggal yang sama, namun ada yang
diputus lebih dahulu, maka terhadap perkara HUM yang diputus pada hari dan tanggal
berikutnya harus dinyatakan “NO”.
Apakah terhadap peraturan per-undang-undangan yang dike-luarkan
sebelum Perma Nomor 01 Tahun 2011 diterbitkan dapat diajukan HUM?
·
Perma Nomor 01 Tahun 2011 tidak berlaku surut.
Oleh karenanya pengajuan HUM terhadap peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang yang diterbitkan dan pernah diajukan sebelum dikeluarkan Perma
tersebut, berlaku ketentuan Perma sebelumnya yaitu Perma Nomor 1 Tahun 2004.
Sedangkan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang diterbitkan
sebelum dikeluarkan Perma tersebut dan belum pernah diajukan HUM diberlakukan
Perma Nomor 1 Tahun 2011.
TENTANG KOMULASI GUGATAN
Apakah dimungkinkan komulasi gugatan terhadap beberapa KTUN yang
saling berkaitan ?
·
Komulasi (penggabungan) gugatan terhadap
beberapa KTUN dapat dilakukan, apabila beberapa KTUN tersebut karakter (sifat)
hukumnya saling berkaitan erat satu sama lain (innerlijke samenhang).
Apakah dimungkinkan komulasi gugatan dengan objek sengketa berupa KTUN
vide pasal 1 butir 9 jo pasal 53 dengan KTUN vide pasal 3 Undang-undang PERATUN?
·
Penggabungan gugatan semacam itu tidak
dibenarkan karena karakter hukum dari KTUN yang digugat berbeda. Karakter hukum
suatu KTUN vide pasal 1 butir 9 berbentuk penetapan tertulis, sedangkan
karakter hukum suatu KTUN fiktif negative vide pasal 3 ditandai oleh tidak ada
bentuk penetapan tertulis yang dikeluarkan Tergugat. Yang ada adalah sikap diam
pejabat yang tidak menjawab permohonan Penggugat. Sehingga keduanya tidak dapat
digabungkan dalam satu gugatan.
Bagaimana cara mengadili gugatan terhadap himpunan KTUN yang merupakan
bundel beschikking, apakah seluruh KTUN dalam bundel beschikking harus
dibatalkan ataukah cukup terhadap KTUN yang menyangkut kepentingan Penggugat
saja yang dibatalkan ?
·
Gugatan terhadap bundel beschikking pengujiannya
hanya dilakukan terhadap KTUN dalam bundel beschikking yang dimohonkan untuk
dibatalkan atau dinyatakan tidak sah yang berkaitan dengan kepentingan
Penggugat. Dalam hal ini yang diuji keabsahannya hanya yang berkaitan dengan
kepentingan Penggugat atau yang dimohonkan untuk dibatalkan atau dinyatakan
tidak sah oleh Penggugat. Contoh A menggugat KTUN yang berbentuk bundel
beschikking dimana A namanya ada dalam salah satu KTUN yang berbentuk bundel
beschikking tersebut bersama-sama dengan B, C, dan D. Akan tetapi B, C, dan D
tidak ikut menggugat. Dalam hal ini yang dibatalkan oleh hakim hanya terhadap
KTUN yang menyangkut A (yang digugat A). Apabila keseluruhan KTUN dalam bundel
beschikking yang dibatalkan, maka hakim telah bertindak secara ultra petita
dalam putusannya, hal ini dapat merugikan kepentingan B, C, dan D yang tidak
ikut menggugat.
Hal yang demikian tidak terkait dengan asas erga omnes,
karena KTUN-KTUN lainnya dalam bundel beschikking tersebut (ic. Atas nama B, C,
dan D) yang tidak dipersoalkan (digugat) bukan derivate dari KTUN yang dibatalkan).
Berbeda halnya dengan KTUN yang menyangkut sebidang tanah,
ternyata sebagian adalah hak Penggugat maka dalam amar putusan harus
membatalkan dan mencabut KTUN sengketa serta mewajibkan Tergugat menerbitkan
KTUN baru sebagai penggantinya dengan mengeluarkan sebagaian tanah yang menjadi
hak Penggugat.
TENTANG TEMPLATE PUTUSAN
Dalam hal MA memerintahkan kepada pengadilan tingkat pertama untuk
membuka persidangan kembali dan memutus pokok sengketa, apakah harus di format
dalam bentuk putusan sela atau putusan akhir ?
·
Agar prosedur penyelesaian per-karanya efektif,
dalam hal MA memerintahkan kepada pengadilan tingkat pertama untuk membuka
persidangan kembali dan memutus pokok sengketa, hendaknya di format dalam
bentuk putusan akhir tanpa disertai perintah kepada pengadilan pengaju untuk
mengirimkan kembali berkas perkaranya ke MA.
Bagaimana jika diputus dalam bentuk putusan sela, apakah perlu
ditambah amar yang memerintahkan agar berkas dikirimkan kembali ke MA. Apabila
hal ini dilakukan apakah MA tidak menyimpangi asas peradilan dua tingkat ?
·
Apabila ternyata terlanjur di format dalam
bentuk putusan sela dan ditambah amar “memerintahkan untuk mengirimkan kembali
berkas ke MA”, idealnya putusan terhadap pokok perkara juga harus diperiksa
oleh pengadilan tingkat banding (ic. PT.TUN) sehingga hal ini tidak melanggar
asas pemeriksaan peradilan dua tingkat.
Bagaimana apabila terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
tersebut, pihak-pihak yang berperkara mengajukan upaya hukum banding, apakah
berkas dikirim ke pengadilan banding atau dikirim ke MA sesuai amar putusan
sela ?
·
Apabila terhadap pokok perkara yang telah
diputus oleh pengadilan tingkat pertama diajukan permohonan banding, maka MA
mengembalikan berkasnya ke PTUN yang bersangkutan dengan surat biasa (tanpa
putusan sela) guna diproses dari segi administrasinya sesuai hukum acara
terhadap upaya hukum banding yang menyangkut pokok perkaranya tersebut.
TENTANG SURAT KUASA DI
PENGADILAN PAJAK
Apakah surat kuasa untuk berperkara di pengadilan pajak dianggap telah
memenuhi syarat sebagai surat kuasa khusus, apabila hal-hal yang dikuasakan
kepada pemberi kuasa tidak dirinci secara jelas dan tegas ?
·
Harus dibedakan surat kuasa untuk berperkara di
pengadilan negeri (dalam perkara perdata) dan surat kuasa untuk berperkara di
PTUN. Surat kuasa untuk berperkara perdata di pengadilan negeri harus
disebutkan hal-hal apa yang dikuasakan (disebutkan kekhususannya) untuk
membedakan dengan surat kuasa umum. Dalam berperkara di PTUN, Tergugatnya
adalah pemegang jabatan TUN. Dalam hal ini Tergugat dapat memberi kuasa
misalnya kepada biro hukumnya atau cukup dengan surat tugas. Surat tugas dapat
menggantikan surat kuasa asalkan disebutkan kepada yang bersangkutan ditugaskan
untuk hadir mewakili Tergugat dan dicantumkan hal-hal apa yang ditugaskan untuk
mewakili Tergugat tersebut. Surat tugas terhadap jabatan dalam organisasi
Tergugat adalah sama maknanya Tergugat (principal) yang hadir di persidangan.
Di pengadilan pajak, surat kuasa mewakili untuk hadir
dipersidangan merupakan les spesialis, sehingga ketentuan tentang surat kuasa
yang berlaku untuk beracara dalam perkara perdata tidak dapat diterapkan dalam
berperkara di pengadilan pajak, karena surat kuasa berperkara di pengadilan
pajak sifatnya khusus. Kekhususannya karena bentuk dan isinya berbeda dengan
bentuk dan isi surat kuasa khusus pada umumnya dan ini diatur (dipersyaratkan)
dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan
Pajak.
TENTANG AMAR PUTUSAN
Dalam hal Penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan
gugatan atau gugatan telah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari, apakah amar
putusan dinyatakan “NO” atau gugatan ditolak ?
·
Dalam perkara perdata apabila gugatan dinyatakan
“NO”, berakibat Penggugat masih dapat mengajukan gugatan baru. Dalam perkara
TUN, tidak selalu berakibat demikian. Dalam hal tenggang waktu pengajuan
gugatan telah lewat atau jika Penggugat nyata-nyata tidak mempunyai kepentingan
untuk menggugat, maka berakibat seterusnya bagi Penggugat tidak lagi mempunyai
hak untuk mengajukan gugatan baru. Atas dasar itu ter-hadap perkara TUN yang
demikian itu, gugatannya dinyatakan ditolak.
·
Meskipun dalam proses dismissal menurut
ketentuan pasal 62 ayat (1) huruf e Undang-Undang PERATUN dinyatakan : dalam
hal gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya Ketua PTUN
berwenang memutuskan gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak mendasar,
namun jika gugatan telah lewat waktu tersebut ternyata lolos dalam proses dismissal
dan terbukti nyata-nyata melewati tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
menurut ketentuan undang-undang, maka gugatan harus dinyatakan ditolak.
·
Untuk mempertegas hal ini, MA akan mengaturnya
dalam bentuk surat edaran (SEMA).
Apabila MA membenarkan alasan-alasan kasasi yang substansinya juga
menjadi materi eksepsi Tergugat atau Tergugat II intervensi, bagai-mana amar
putusan MA ?
·
Apabila MA membenarkan alasan-alasan kasasi yang
substansinya juga menjadi materi eksepsi dari Tergugat atau Tergugat II
intervensi, maka amar putusan MA diperinci :
Dalam eksepsi
-
Menerima eksespsi Tergugat/ Tergugat II
intervensi.
Dalam Pokok Sengketa
-
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat
diterima.
B. MASALAH NON TEKNIS/ADMINISTRASI
PERKARA
PENGADMINISTRASIAN PERMOHONAN
PK
Berdasarkan SEMA Nomor 10 Tahun 2009, PK hanya dapat diajukan satu
kali (vide pasal 23 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2004 dan pasal 66 ayat 1 UU Nomor
14 Tahun 1985 jo UU Nomor 8 Tahun 1981). Apakah Direktur Pratalak TUN boleh
mengembalikan berkas perkara PK yang ke dua terhadap subjek dan objek yang sama
yang diterimanya, sementara seharusnya sesuai SEMA tersebut berkas PK yang
bersangkutan tidak perlu dikirim ke MA ?
·
Direktur Pratalak TUN dapat mengembalikan berkas
tersebut ke pengadilan pengaju sebelum berkas perkara deregister oleh Panmud
TUN disertai pemberitahuan agar pengadilan pengaju membuat penetapannya.
Bagaimana penyelesaiannya jika berkas perkara sudah di register ?
·
Apabila berkas tersebut sudah di-register maka
terhadap perkaranya harus diputus oleh MA.
Apakah berkas permohonan PK boleh dikirim ke MA tanpa menunggu Pemohon
PK yang lain (dhi. Pihak-pihak berperkara lebih dari satu, tetapi masih satu
Pemohon yang mengajukan PK dan berkas PKnya sudah lengkap di pengadilan
pengaju).
·
Berkas dikirim ke MA sesuai pro-sedur yang telah
ditentukan dalam Undang-Undang MA, dengan catatan pihak-pihak yang tidak
memohon PK berkualifikasi sebagai turut Pemohon PK.
Seandainya berkas tersebut dikirim ke MA tanpa menunggu Pemohon yang
lain dan diputus oleh MA kemudian ada permohonan PK dari Pemohon yang lain,
bagaimana penyelesaiannya, termasuk mengenai register maupun biaya perkaranya ?
·
Jika terdapat permohonan PK dari Pemohon yang
lain, dan permo-honan PK yang pertama telah diputus, maka permohonan PK yang
lain tersebut diberi nomor register berbeda. Kecuali apabila permo-honan PK
pertama belum diputus maka nomor register permohonan PK tersebut dijadikan
satu.
DOKUMEN ELEKTRONIK (SOFT COPY)
Bagaimana cara mengatasi kendala pengiriman dokumen elektronik (soft
copy dalam bentuk CD) sebagai kelengkapan permohonan kasasi dan PK sebagaimana
ditentukan dalam SEMA Nomor 14 Tahun 2010, yang bertujuan untuk mempercepat
minutasi perkara pada MA. Hal ini disebabkan seringkali CD (compact disk) yang
dikirim ke MA tidak dapat dibaca (diproses) oleh operator/pengetik putusan
dise-babkan CD menggunakan password atau dalam bentuk foto ?
·
Tuada TUN perlu menindaklanjuti SEMA nomor 14
tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik tersebut, dengan mengeluarkan surat
edaran kepada PTUN/PTTUN se-Indonesia dan Pengadilan Pajak, yang berisi
perintah agar dalam pengiriman berkas perkara ke MA dilampirkan soft copy dalam
bentuk dokumen Microsoft word dan tidak di password atau tidak dalam bentuk
foto (hasil scan). Secara futuristik hal tersebut dapat juga menggunakan E-mail
(surat elektronik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar