Entri Populer
-
Rumusan hukum bidang tata usaha negara hasil pleno kamar tata usaha negara pada tanggal 11-13 April 2012 A. MASALAH TEKNIS KRITER...
-
Seorang advokat bisa beracara berdasarkan putusan MK No 101/PUU-VII/2009 MENGADILI Menyatakan mengabulkan permohonan para Pemoh...
-
http://hukum.kompasiana.com/2014/02/03/positioning-advokat-dan-putusan-mk-101-629177.html
-
objek bea meterai PENGERTIAN BEA METERAI Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Met...
-
Dasar Hukum : Keputusan Bersama KETUA MAHKAMAH AGUNG RI dan KETUA KOMISI YUDISIAL RI 047/KMA/SKB/IV/2009. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang K...
Selasa, 09 Mei 2023
Senin, 19 Oktober 2020
Selasa, 06 Maret 2018
Kode Etik Hakim
Dasar Hukum :
Keputusan Bersama KETUA MAHKAMAH AGUNG RI dan KETUA KOMISI YUDISIAL RI
047/KMA/SKB/IV/2009. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU.HAKIM
Peraturan Bersama KETUA MAHKAMAH AGUNG RI dan KETUA KOMISI YUDISIAL RI
02/PB/MA/IX/2012 & 02/PB/P.KY/09/2012 PANDUAN PENEGAKAN KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM.
Keputusan Bersama KETUA MAHKAMAH AGUNG RI dan KETUA KOMISI YUDISIAL RI
047/KMA/SKB/IV/2009. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU.HAKIM
Peraturan Bersama KETUA MAHKAMAH AGUNG RI dan KETUA KOMISI YUDISIAL RI
02/PB/MA/IX/2012 & 02/PB/P.KY/09/2012 PANDUAN PENEGAKAN KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM.
10 PRINSIP PEDOMAN PERILAKU HAKIM (PPH)
1. Berperilaku Adil
Adil yang dimaksud disini bukanlah sama rata akan tetapi adil di sini adalah bagaimana seorang hakim bisa menempatkan suatu kebenaran pada tempatnya atau pada semestinya khususnya kepada pihak-pihak yang berperkara agar mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.dari arti adil yang di maksud di Pengadilan Agama Bandung ini Insya Allah Hakim-hakimnya masih memegang teguh keadilan tersebut, ini di buktikan dengan belum ada pengaduan tentang ketidakadilan Hakim pengadilan Agama Bandung yang terbukti atau bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.
2. Berperilaku Jujur
Jujur disini berarti sifat seseorang khususnya seorang hakim berani menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.Sehingga akan terbentuk suatu kepribadian yang kuat dan sadar akan Hakekat mana yang hak dan mana yang batil.Jika seorang hakim bisa memegang sikap ini maka dengan begitu hakim tersebut bisa bersikap tidak berpihak kesalah satu pihak sehingga bisa mengungkapkan suatu kebenaran baik dalam persidangan maupun di luar persidangan.
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
Sikap Arif dan Bijaksana memiliki makna bahwa seorang hakim dapat dapat bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di antaranya adalah Norma Hukum, Norma Adat istiadat, Norma Agama dan Norma Keasusilaan.dengan memandang situai dan kondisi saat itu,serta mampu memperhitungkan atau mempertanggung jawabkan akibat dari tindakan yang di ambil olehnya.
4. Bersikap Mandiri
Bersikap mandiri mempunyai makna bahwa setiap hakim dalam mengeluarkan suatu keputusan harus terbebas dari campur tangan siapapun dan juga tidak berada dalam pengaruh orang lain, dengan begitu akan terbentuk prilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh akan prinsipnya dan keyakinannya atas suatu kebenaran sesuai tuntutan meral dan hukum yang berlaku saat ini.
5. Berintegritas Tinggi
Berintegritas Tinggi bermakna mempunyai suatu kepribadian yang utuh yang tidak tergoyahkan, yang diwujudkan dengan sikap setia dan berpegang pada nilai dan norma yang berlaku dalam melaksanakan tugasnya sebagai hakim dalam melayani pihak-pihak pencari keadilan.
6. Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab memiliki makna kesediaan seorang hakim dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang menjadi wewenangnya serta bersedia bertanggung jawab atas segala akibat dari tugas dan wewenangnya tersebut. Dengan begitu akan terwujud kepribadian yang mampu mengakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian serta tidak akan menyalahgunakan tugas yang di amanahkan Kepadanya.
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
Harga diri memiliki makna bahwa dalam diri manusia terdapat harkat, martabat,dan kehormatan yang melekat pada diri manusia yang harus di pertahankan dan di junjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi kususnya bagi seorang Hakim akan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehinnga terbentuk kepribadian yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai aparatur pengadilan.
8. Berdisiplin Tinggi
Berdisiplin bermakna taat pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang di yakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta menjaga kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Oleh karena itu di siplin akan mendorong seorang hakim untuk tertib, ikhlas dalam menjalankan tugas, pengabdian serta berusaha menjadi teladan di lingkungannya,tidak menyalahgunakan amanah yang di percayakan kepadanya.
9. Berperilaku Rendah Hati
Rendah hati memiliki makna bahwa seorang hakim hanyalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari salah serta jauh dari kesempurnaan. Dengan memiliki sikap rendah hati maka akan tercipta sikap realistis mau membuka diri dan terus belajar menghargai pendapat orang lain, memiliki sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas mengemban tugasnya.
10. Bersikap Profesional
Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas.Sikap profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.
Kamis, 09 April 2015
OBJEK BEA METERAI
objek bea meterai
PENGERTIAN BEA METERAI
PENGERTIAN BEA METERAI
Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
| |
DASAR HUKUM
| |
1.
|
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
|
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
|
3.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005
|
4.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.
|
5.
|
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
|
6.
|
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
|
7.
|
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
|
8.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.
|
9.
|
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.
|
10.
|
Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai. |
Rabu, 18 Maret 2015
Selasa, 10 Maret 2015
Rumusan hasil pleno kamar tata usaha negara pada tanggal 11-13 April 2012
A. MASALAH TEKNIS
KRITERIA SENGKETA TUN DAN
PERDATA
Apa kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan suatu sengketa
merupakan sengketa TUN atau sengketa Perdata ?
Untuk menentukan suatu sengketa merupakan sengketa TUN atau sengketa
Perdata (kepemilikan) kriterianya :
a. Apabila
yang menjadi objek sengketa (objectum litis) tentang keabsahan KTUN, maka
merupakan sengketa TUN.
b. Apabila
dalam posita gugatan mem-permasalahkan kewenangan, keabsahan Prosedur
penerbitan KTUN, maka termasuk sengketa TUN; atau
c. Apabila
satu-satunya penentu apa-kah Hakim dapat menguji keabsahan KTUN objek sengketa
adalah substansi hak karena tentang hal tersebut menjadi kewenangan peradilan
perdata; atau
d. Apabila
norma (kaidah) hukum TUN (hukum publik) dapat menyelesaikan sengketanya, maka
dapat digolong-kan sebagai sengketa TUN.
PENGERTIAN TEORI MELEBUR
(OPPLOSING THEORY)
Kapan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata ?
Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum
perdata adalah apabila secara factual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji
keabsahannya ternyata :
a. Jangkauan
akhir dari KTUN diter-bitkan (tujuannya) dimaksudkan untuk melahirkan suatu
perbuatan hukum perdata. Termasuk didalam-nya adalah KTUN-KTUN yang
diter-bitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan
hukum perdata.
b. Apabila
Tergugat dalam menerbitkan KTUN objek sengketa akan menjadi subjek atau pihak
dalam perikatan perdata sebagai kelanjutan KTUN objek sengketa tersebut.
c. KTUN
yang berkaitan dengan ijin cerai tidak digolongkan sebagai KTUN yang melebur
dalam perbuatan hukum perdatanya (ic.perceraian), karena ijin cerai merupakan
ketentuan hukum public (hukum administrasi) sebagai syarat bagi PNS yang akan
melakukan perceraian. Dengan demikian ijin cerai merupakan lex spesialis dan
dikecualikan dari penerapan teori melebur.
Advokat Yang Boleh Beracara di Pengadilan
Seorang advokat bisa beracara berdasarkan putusan MK No 101/PUU-VII/2009
Atas dasar Putusan MK tersebut dapat diterapkan Pedoman sebagai berikut :
MENGADILI
- Menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
- Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”;
- Menyatakan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya” tidak dimaknai bahwa “Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para Advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Amar Putusan ini diucapkan”;
- Menyatakan apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) UU Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi Advokat yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum;
- Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya;
- Memerintahkan pemuatan amar Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Langganan:
Postingan (Atom)